Selasa, 14 Desember 2010

Ummu Sulaim binti Malhan

Inilah salah satu tokoh dari kalangan shahabiyah yang paling saya kagumi kisah hidupnya dan kepribadiannya. Wanita cantik, cerdas, dan baik budi pekertinya ini memiliki keturunan yang dijamin kemuliannya oleh Allah azza wa jala. Ibu dari Anas bin Malik ini merupakan tokoh yang patut dijadikan panutan. Untuk lebih lanjut, maka akan diuraikan lagi lebih dalam. Semoga bisa bermanfaat ;)


Ummu Sulaim Binti Malhan
Beliau bernama Rumaisha’, Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin ‘Ady bin Najjar al-Anshariyyah al-Khazrajiyyah. Beliau adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan dan cantik, dirinya dihiasi pula dengan ketabahan, kebijaksanan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berfikir dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya cerita yang baik ditujukan kepada beliau dan setiap lisan memuji atasnya. Karena beliau memiliki sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang bernama Malik bin Nadlar untuk segera menikahinya. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah Anas bin Malik, salah seorang shahabat yang agung.
     Tatkala cahaya nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid muncul sehingga menyebabkan orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam.
Ummu Sulaim termasuk golongan pertama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Beliau tidak mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya didalam masyarakat jahiliyah penyembah berhala yang telah beliau buang tanpa ragu.
Adapun halangan pertama yang harus beliau hadapi adalah kemarahan Malik suaminya yang baru saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?”. Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab: ”Tidak, bahkan aku telah beriman”.
Suatu ketika beliau menuntun Anas (putra beliau) sembari mengatakan: “Katakanlah La ilaha illallah.” (Tidak ada ilah yang haq kecuali Allah). Katakanlah, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” (aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) kemudian Anas mau menirukannya. Akan tetapi ayah Anas mengatakan, “Janganlah engkau merusak anakku”. Maka beliau menjawab: “Aku tidak merusaknya akan tetapi aku mendidik dan memperbaikinya”.
Perasaan gengsi dengan dosa-dosa menyebabkan Malik bin Nadlar menentukan sikap terhadap istrinya yang –menurutnya- keras kepala dan tetap ngotot berpegang kepada akidah yang baru, maka Malik tidak memiliki alternatif lain selain memberi khabar kepada istrinya bahwa dia akan pergi dari rumah dan tidak akan kembali hingga istrinya mau kembali kepada agama nenek moyangnya.
Manakala Malik mendengar istrinya dengan tekad yang kuat karena teguh terhadap pendiriannya mengulang-ulang kalimat “Ashadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, maka Malik pergi dari rumah dalam keadaan marah dan kemudian bertemu dengan musuh  sehingga akhirnya dia dibunuh.
Ketika Ummu Sulaim mengetahui bahwa suaminya telah terbunuh, beliau tetap tabah mengatakan: “Aku tidak akan menyampih Anas sehingga dia sendiri yang memutusnya, dan aku tidak akan menikah sehingga Anas menyuruhku”.
Kemudian Ummu Anas menemui Rasulullah yang dicintai dengan rasa malu kemudian beliau mengajukan agar buah hatinya, Anas dijadikan pembantu oleh guru manusia  yang mengajarkan segala kebaikan. Rasulullah menerimanya sehingga sejuklah pandangan Ummu Sulaim karenanya.
Kemudian orang-orang banyak membicarakan Anas bin Malik dan juga ibunya dengan penuh takjub dan bangga. Begitu pula Abu Thalhah mendengar kabar tersebut sehingga menjadikan hatinya cenderung cinta dan takjub. Kemudian dia beranikan diri melamar Ummu Sulaim dan menyediakan baginya mahar yang tinggi. Akan tetapi, tiba-tiba saja pikirannya menjadi kacau dan lisannya menjadi kelu tatkala Ummu Sulaim menolak dengan wibawa dan penuh percaya diri dengan berkata: “Sesungguhnya tidak pantas bagiku menikah dengan orang musyrik. Ketahuilah wahai Abu Thalhah bahwa tuhan-tuhan kalian adalah hasil pahatan orang dari keluarga fulan, dan sesungguhnya seandainya kalian mau membakarnya maka akan terbakarlah tuhan kalian”.
Abu Thalhah merasa sesak dadanya, kemudian dia berpaling sedangkan dirinya seolah-olah tidak percaya dengan apa yang telah dia lihat dan dia dengar. Akan tetapi cintanya yang tulus mendorong dia kembali pada hari berikutnya dengan membawa mahar yang lebih banyak, roti maupun susu dengan harapan Ummu Sulaim akan luluh dan menerimanya.
Akan tetapi Ummu Sulaim adalah seorang da`iyah yang cerdik yang tatkala melihat dunia menari-nari dihadapannya berupa harta, kedudukan dan laki-laki yang masih muda, dia merasakan bahwa keterikatan hatinya dengan Islam lebih kuat dari pada seluruh kenikmatan dunia. Beliau berkata dengan sopan: “Orang seperti anda memang tidak pantas ditolak, wahai Abu Thalhah, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan saya adalah seorang muslimah sehingga tidak baik bagiku menerima lamarnmu”. Abu Thalhah bertanya: “lantas apa yang anda inginkan?”, beliau balik bertanya: “Apa yang saya inginkan?”. Abu Thalhah bertanya: “apakah anda menginginkan emas atau pera?”. Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas ataupun perak akan tetapi saya menginginkan agar anda masuk Islam”. “Kepada siapa saya harus datang untuk masuk Islam?”, tanya Abu Thalhah. Beliau berkata: “Datanglah kepada Rasulullah untuk itu!”. Maka pergilah Abu Thalhah untuk menemui Nabi yang tatkala itu sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Demi melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah bersabda:
“Telah datang kepada kaliaan Abu Thalhah sedang sudah tampak cahaya Islam dikedua matanya”.
Selanjutnya Abu Thalhah menceritakan kepada Nabi tentang apa yang dikatakan oleh Ummu Sulaim, maka da menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislamannya.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Ummu sulaim berkata:
“Demi Allah! orang yang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hannya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta yang selain dari itu”.
Sungguh ungkapan tersebut mampu menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu Sulaim telah bercokol dihatinya secara sempurna, dia bukanlah seorang wanita yang suka bermain-main dan takluk dengan rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya dia adalah wanita cerdas, dan apakah dia akan mendapatkan yang lebih baik darinya untuk diperistri, atau ibu bagi anak-anaknya?”.
Tanpa terAsa lisan Abu Thalhah mengulang-ulang: “Aku berada diatas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah”.
Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya, Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya: “Wahai Anas! Nikahkanlah aku dengan Abu thalhah”. Kemudian beliaupun dinikahkan dengan Islam sebagai mahar.
Oleh karena itulah Tsabit meriwayatkan hadits dari Anas :
“Aku belum pernah mendengar seorang wanitapun yang paling mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam”.  
Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thalhah dengan kehidupan suami-istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh kebahagiaan.
Ummu Sulaim adalah profil seorang istri yang menunaikan hak-hak suami isteri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan seorang da`iyah.
Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama yakni Ummu Sulaim sehingga pada gilirannya beliau minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.
Marilah kita dengarkan penuturan Anas bin Malik yang menceritakan kepada kita bagaimana perlakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmennya terhadap al-Qur`an sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata :
“Abu Thalhah adalah orang yang paling kaya di kalangan Anshar Madinah, adapun harta yang paling disukainya adalah kebun yang berada di masjid, yang biasanya Rasulullah masuk ke dalamnya dan minum air jernih didalamnya. Tatkala turun ayat :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Q,.s. Âli’ Imran: 92).
Seketika Abu Thalhah berdiri menghadap Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam kitab-Nya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah dengan harapan mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesuka kamu, wahai Rasulullah”.
Rasulullah bersabda :
“Bagus …..bagus.. itulah harta yang menguntungkan…. Itulah harta yang paling menguntungkan…..aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu”.
      Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada sanak kerabat dan anak-anak dari pamannya.
Allah memuliakan kedua suami-istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu ‘Umair. Suatu ketika anak tersebut bermain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada waktu itu, Rasulullah melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tersebut  untuk menghibur dan bermain dengannya: “Wahai Abu Umair! Apa yang dilakukan oleh anak  burung pipit itu?”.
      Allah berkehendak untuk menguji keduanya dengan keduanya dengan seorang anak yang cakap dan dicintai, suatu ketika Abu Umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahnya apabila kembali dari pasar, pertama kali  yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenang sebelum melihat anaknya.
      Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka ibu Mu`minah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridla dan baik. Sang ibu membaringkannya ditempat tidur sambil senantiasa mengulangi kalimat: “Inna lillahi wa inna ilahi raji`un”. Beliau berpesan kepada anggota keluarganya: “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalha hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya”.
      Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan bersemangat menyambut suaminya dan menjawab pertanyaannya seperti biasanya: “Apa yang dilakukan oleh anakku?”. Beliau menjawab: “dia dalam keadaan tenang”.
     Abu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena khawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati beliau dan mempersiapkan malam baginya, lalu beliau makan dan minum sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanyapun berbuat sebagai mana layaknya suami istri.
     Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan mencampurinya serta merasa tenang dengan keadaan anaknya maka beliau memuji Allah karena tidak membuat risau suaminya dan beliau biarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.
    Tatkala diakhir malam beliau berkata kepada suaminya: “Wahai Abu Thalhah! bagaimana pendapatmu seandainya suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipannya tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut untuk menolaknya?”. Abu Thalhah menjawab: “Tentu saja tidak boleh”. Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi: “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?”. Abu Thalhah berkata: “Berarti mereka tidak adil”. Ummu Sulaim berkata: ”Sesunggguhnya anakmu titipan dari Allah dan Allah telah mengambilnya, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu”.
     Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah: “kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”.
Beliau ulang-ulang kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja` (Inna lillahi wa inna ilahi raji`un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.
Keesokan harinnya beliau pergi menghadap Rasulullah dan mengabarkan kapada Rasulullah tentang apa yang terjadi, kemudian Rasulullah bersabda:
“Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua”.
    Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah selanjutnya Anas berkata: “Wahai Rasulullah, bahwasanya Ummu Sulaim melahirkan tadi malam”. Maka Rasulullah mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut (menggosokan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas berkata: “Berilah nama baginya, wahai Rasulullah!”. Beliau bersabda: “namanya Abdullah .
Ubbabah, salah seorang rijal sanad berkata: “Aku melihat dia memiliki tujuh anak yang kesemuanya hafal al-Qur`an”.
     Diantara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka berdua dimana umat manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata:
    “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar”. Maka Rasulullah menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada dirumahnya, namun beliau menjawab: “Demi Dzat Yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya tidak berbeda. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah bersabda:
    “Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya”.
Maka berdirilah salah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata: “Saya wahai Rasulullah”. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim): “Apakah kamu memiliki makanan?”. Istrinya menjawab: “Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak”. Abu Thalhah berkata: ”Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah berada di tangan maka berdirilah. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut sementara kedua sumi-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah lalu Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah”. Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:
“Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian” .
Di akhir hadits disebutkan: “Maka turunlah ayat (artinya):
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (Q,.s. al-Hasyr :9).
    Abu Thalhah tidak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan khabar gembira tersebut kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam al-Qur`an yang senantiasa dibaca.
    Ummu Sulaim tidak hanya cukup menunaikan tugasnya untuk mendakwahkan Islam dengan penjelasan saja, bahkan beliau antusias untuk turut andil dalam berjihad bersama pahlawan kaum muslimin. Tatkala perang Hunain tampak sekali sikap kepahlawanannya dalam memompa semangat pada dada mujahidin dan mengobati mereka yang luka. Bahkan beliau juga mempersiapkan diri untuk melawan dan menghadapi musuh yang akan menyerangnya. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya dan Ibnu Sa`ad di dalam Thabaqat dengan sanad yang shahih bahwa Ummu Sulaim membawa badik (pisau) pada perang Hunain kemudian Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah! ini Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasulullah apabila ada orang musyrik yang mendekatiku maka akan robek perutnya dengan badik ini”.
     Anas berkata: “Rasulullah berperang bersama Ummu Sulaim dan para Wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka”.
     Begitulah Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau termasuk ahli surga. Beliau bersabda :
“Aku masuk ke surga, tiba-tiba mendengar sebuah suara, maka aku bertanya: “Siapa itu?”. Mereka berkata: “Dia adalah Rumaisha` binti Malhan ibu dari Anas bin Malik”.
Selamat untukmu wahai Ummu Sulaim, karena anda memang sudah layak mendapatkan itu semua, engkau adalah seorang istri shalihah yang suka menasehati, seorang da`iyah yang bijaksana, seorang pendidik yang sadar sehingga memasukkan anaknya ke dalam madrasah nubuwwah tatkala berumur sepuluh tahun yang pada gilirannya beliau menjadi seorang ulama diantara ulama Islam, selamat untukmu…..selamat untukmu

(Diambil dari buku Mengenal Shahabiah Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan sedikit perubahan, penerbit Pustaka AT-TIBYAN, Hal. 204)
 

C-I-N-T-A (Part 1)

Cinta.....oh cinta....itulah hal yang sangat menarik dan tak pernah henti untuk dijadikan perbincangan, terutama oleh kawula muda. C-I-N-T-A...........sebuah kata yang terdiri dari 5 huruf. Simpel hurufnya.......tapi komplekssssss maknanya.

“Cinta itu Buta” or “Love is Blind”. Kita sering sekali mendengar istilah ini di dalam kehidupan kita sehari-hari. Apakah benar Cinta itu buta??? Inti dari permasalahan yang ada bukanlah mencari kebenaran dari kalimat ini. Karena kalimat ini memiliki dua kemungkinan, bisa jadi benar untuk sebagian orang dan bisa jadi tidak benar untuk sebagian yang lain.

Kelompok pertama, yaitu yang membenarkan kalimat itu. Siapakah mereka?? Mereka bukanlah sekelompok tuna netra yang sampai-sampai tidak bisa melihat Cinta. Kelompok pertama yang dimaksud disini adalah kelompok yang normal penglihatan fisik, akan tetapi lemah akal dan imannya. Mereka mengejar cinta yang semu dan hanya bersifat sementara. Hawa dan nafsu dunia yang menguasai mereka seolah dibuat tak berdaya. Apa yang mereka kejar tak ubahnya “Fatamorgana di Padang Pasir”, panas yang membahang disangka air” (mengutip nasheed pertama yang saya dengar---Raihan: Antara 2 Cinta).

Sungguh kasihan nasib kelompok pertama ini. Begitulah orang-orang yang sudah dibutakan oleh nafsu dunia. Apa yang mereka buru dan cara mereka untuk mendapatkan buruan mereka tidaklah mengindahkan kaidah agama Allah, yaitu Islam. Jadi, dalam hal ini yang lebih tepat adalah bukan cinta yang buta akan tetapi “Nafsu Dunia itu Buta”. Hal ini dikarenakan setiap kali yang kita lakukan itu di pandu oleh Nafsu Dunia, maka kita hanya akan terjerembab ke dalam “Kubangan Dosa”. Ini menandakan bahwa Nafsu Dunia adalah pemandu yang salah. Ya...beginilah nasib cinta yang terkontaminasi Nafsu Dunia.

Oopzzz......!! Kelompok yang pertama di atas sangat memerlukan pertolongan. Ibarat seorang buta yang perlu dituntun saat akan menyebrangi jalan raya. Sama dengan orang yang sedang di mabuk cinta. Mereka juga perlu dituntun dan diajak pada jalan yang syar’i. Agar mereka bisa berkumpul bersama kelompok yang kedua ini.

Dan inilah....sosok dari kelompok kedua. Kelompok kedua ini adalah kelompok yang beruntung. Mereka bisa menyeimbangkan antara anugerah yang secara alami datang dengan akal yang sangat rasional. Mereka berpikir, berkata, dan bertindak dengan emosi yang terkendali. Hal ini dikarenakan, mereka pintar dalam meletakan Cinta itu sesuai pada tempatnya.

Diawal-awal waktu, kelompok yang kedua ini harus berjuang dengan segenap jiwa untuk menjaga kesucian Cinta. Banyak sekali godaan yang ada di depan mereka. Akan tetapi, mereka bisa melewati itu semua, tentunya karena pendekatan diri kepada Rabb yang menciptakan alam semesta ini. Mereka lah orang-orang yang akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.

Ibarat kita meminum segelas air, apa jadinya bila air tersebut “diobok-obok” sebelum diminum?? Tentunya kita akan merasa jijik untuk meminum air di gelas tersebut. Dan pada akhirnya, air itu akan dibuang untuk diganti dengan yang belum “diobok-obok”. Na’udzubillah min dzalik.....Bila dianalogikan, air tersebut seperti kaum hawa. Tidak sedikit kaum hawa yang rela membuka “segelnya” sebelum dibeli. Dan para calon pembeli itu ternyata hanya ingin mendapatkan kesenangan sesaat dengan Cuma-Cuma. Dikatakan Cuma-Cuma disini, karena mereka tidak ingin membayar harga dari sebuah cinta yang suci yang penuh akan pengorbanan di jalan Allah. Dan di ujung-ujungnya, wanitalah yang menjadi korban dan menderita kerugian terbanyak.

Akan tetapi, kita juga tidak bisa menyalahkan kaum adam sebagai pihak yang membuat kaum hawa menderita kerugian. Teringat kata bang Napi , “Kejahatan tidak hanya datang dari niat pelakunya, tapi hal itu timbul karena ada kesempatan untuk melakukannya”. Biasanya, kesempatan itu bersumber dari wanita. Oleh karena itu, wanitalah yang tertuntut agar pandai-pandai dalam menjaga izzah dan iffahnya. Karena dikatakan bahwa fitnah dunia yang paling kejam itu berasal dari kaum wanita. Sebanyak apa pun orang yang mengetuk pintu, selama yang memiliki rumah tidak membukakan pintu, maka tidak ada yang bisa masuk ke dalam rumah. Tapi, bukan hanya wanita saja yang dituntut untuk menjaga hatinya, kaum adam pun juga tertuntut untuk menjaga kesucian hati mereka.

Manusia bebas untuk memilih jalan mana yang ingin ia tempuh. Dan perlu kita ketahui bahwa setiap pilihan yang kita ambil, itu sudah ‘sepaket’ dengan tantangan, hambatan, godaan, risiko serta dampak positif-negatifnya. Semoga para pembaca bisa memilih segala urusan apa pun dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih. Sehingga kita akan terhindar dari murka Allah dan berharap kita mendapat Ridho Allah. Karena bila Allah sudah ridho dengan makhluk ciptaan-Nya maka kebahagiaan hakiki sudah ada di tangan kita. Dipersilahkan untuk memilih, ingin menjadi kelompok yang satu atau yang kedua!!...^_^...


by Afifah Thahirah
"Allahumarzuqna Al Mauta Al Muthaharah"

Senin, 13 Desember 2010

Al Sadafat Al Afifah

Berawal dari lautan luas
Tampak biru memukau di permukaan
Ombak ganas menghempas
Tapi cantik di kedalaman

Teringat di waktu silam
Aku menyelam terlalu dalam
Bila tidak mendalami islam
Aku akan mati tenggelam

Sendiri tak berteman
Tanpa guru menghadapi ujian
Bila tak kuat iman
Mustahil aku bisa bertahan

Dengan tenang aku terus berenang
Terus menyelam semakin dalam
Teringat salmon berenang
Menentang musuh yang kejam

Dalam...dalam...dan dalam........
Dingin dan gelap.......................

Tak kuasa menahan nafas
Tubuh semakin lemas
Seolah nyawa akan terlepas

Saat tubuh tak berdaya
Khawatir terancam bahaya
Seakan tak percaya
Terpancar sebuah cahaya

Perlahan aku berenang
Semakin sesak tanpa udara
Cahaya membimbing pada kerang
Dan kulihat kemilau 17 Mutiara


Ya Rabbul Izzati......................
Kenapa Engkau meletakkan benda berharga
Di tempat yang dalam tak terjangkau mata???

...........................................................

Teringat sejenak pada intan
Di dalam perut bumi ia tertahan
Memang benar dan suatu keadilan
Sesuatu yang bernilai sulit didapatkan

Mereka terlindungi dan tertutup rapat
Tak sembarang mata bisa melihat
Bak wanita yang menutup aurat
Tak sembarang lelaki bisa mendapat

Sungguh memukau dan begitu indah
Di lautan bawah ada sebuah anugrah
Mungkin ini adalah hadiah
Untuk seorang yang tabah

Rindu aku akan daratan
17 Mutiara kubawa ke permukaan
Kabar bahagia untuk mahluk darat
Mutiara ini akan kujaga dan kurawat

Rasa bahagia dan bangga
Seorang biasa mendapat benda berharga
Kemilau 17 Mutiara terus bersinar
Suka terpancar dan duka memudar

Mutiara telah kujaga sepenuh hati
Tak percaya dan baru tersadar
Kemilaunya semakin memudar

Resah dan gelisah
Dirundung rasa bersalah
Bagaimanapun caranya
Kuingin 17 mutiara kembali bercahaya

Apakah ini sebuah takdir
Takdir dari seorang mahluk darat
Yang tak pantas menyentuh
Barang indah milik penghuni lautan

Aku tak ingin kehilangan mereka
Tapi aku juga tak tega
Melihat mutiara kehilangan kemilaunya

Aku kehilangan mutiara
Atau........
Mutiara kehilangan kemilaunya

///////////////////////////////////////////////

Sejak awal mutiara bukan milikku
Mereka milik lautan
Aku akan mengembalikan mereka
Ke lautan

Ya Allah.........
Kan kukembalikan mereka ke lautan
Tapi..........
Izinkanlah aku membawa 17 Mutiara kembali ke laut
Dalam bentuk sebuah kalung mutiara

17 Mutiara masih tercerai berai
Dan belum terangkai
Berikanlah aku satu kesempatan
Agar 17 mutiara saling berlekatan
Sehingga tak mudah untuk dipisahkan
Walau ombak menghantam
17 Mutiara akan selalu berdampingan

Pearls......
Aku hanyalah mahluk darat
yang pernah belajar di laut
Dan kembali lagi ke daratan
Dan tentunya tak ingin kembali lagi ke laut
Tapi..................
aku juga tak ingin selamanya hidup di daratan

Masih ada satu tempat yang belum dan
Harus aku arungi
Tempat yang paling luas
Dari daratan dan lautan

Tempat bernaung para mahluk suci
Yang selalu memuji asma Allah
Tempat dimana putra Siti Maryam
Menunggu pertarungannya dengan Dajjal
Tempat dimana singa Allah
Menunggu para syuhada
Dan tempat dimana Afifah Thahirah
Bertemu kembali dengan rasul Allah

Aku sudah menjelajahi daratan
Aku sudah mengarungi lautan
Dan...............
Tiba giliran untuk mengepakan sayap
Di udara menuju langit suci penuh berkah

Tantangan dan ujian
Yang lebih besar menungguku
Tak takut gemuruh
Guntur, Badai, Hujan, Petir
Meteor, Sengatan Matahari
Dan lainnya

Hal yang kupelajari di darat dan laut
Merupakan bekal dan miniature
Keadaan langit
Aku akan hadapi semuanya
Karena tujuanku.................
Menjadi penghuni jannah

Waktu berlalu
Tak terasa
Dua musim terlewati
Segera kupenuhi sebuah janji

Kukembalikan 17 Mutiara ke lautan
Mereka tampak bercahaya kembali
Saat menyentuh air laut
Bahagia pun kurasakan
Aku tak akan pernah kehilangan mereka
Selama mereka terus memancarkan kemilau cahayanya

Dan tibalah waktu untuk terbang mengudara
Selamat tinggal daratan
Selamat tinggal lautan
Terima kasih atas semua ilmu
Yang pernah aku reguk


by Afifah Thahirah
"Allahumarzuqna Al Mauta Al Muthaharah"

Pentingnya Proposal Hidup

Ketika kita mendengar kata proposal, maka yang akan terbayang di dalam pikiran kita adalah event, bisnis, penelitian, kegiatan, atau bisa jadi pernikahan. Ya, bisa dimaklumi bila banyak orang yang berpikiran seperti itu. Hal ini dikarenakan,proposal hanya ditemui pada hal-hal tersebut.

Sebuah acara, bisnis, kegiatan, penelitian, pastilah membutuhkan proposal di awal sebelum terjun ke lapangan. Bisa dibayangkan, apa jadinya suatu acara bila tanpa proposal. Kalau targetannya hanya berjalan, ya pasti akan berjalan, sama seperti air yang mengikuti arus. Tapi, apakah kita akan tahu acara kita teroganisir dengan baik, mencapai targetan, berapa dana yang akan dikeluarkan, apa yang harus dilakukan bila ada kejadian-kejadian tak terduga, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Pertanyaan ini hanya akan mendapat jawaban-jawaban spontan, bukan jawaban yang sudah dipersiapkan dengan matang. Acara yang sudah dibuat proposal saja, sering kali mengalami kegagalan dari rencana di awal karena banyak hal. Apalagi acara yang tidak dipersiapkan proposalnya. Itu baru acara yang hanya diselenggarakan dalam hitungan hari, Belum lagi bisnis, penelitian, dan lain sebagainya.

Kalau acara, bisnis, penelitian yang merupakan sebagian kecil dari kehidupan saja sangat membutuhkan proposal, apalagi hidup ini. Kehidupan yang sedemikian kompleksnya, dan berlangsung untuk puluhan tahun, pastilah dibutuhkan sebuah proposal, yang disebut Proposal Hidup. Proposal hidup mutlak ADA, bagi seseorang yang memang menghargai hidupnya. Seorang yang memang paham dari makna hidup ini pasti akan menemukan motivasi untuk membuat proposal hidupnya dan segera merealisasikan proposal hidupnya dalam bentuk nyata.

Memang bukan suatu jaminan, bahwa akan ada kepastian bila kita sudah membuat proposal hidup maka semua yang kita inginkan akan tercapai. Tapi akan jadi sebuah kepastian, bila kita belum memiliki rencana untuk hidup kita sendiri maka kehidupan kita tak ubahnya seperti air yang ikut kemana arus mengalir. Syukur kalau mengalirnya ke lautan luas atau samudera. Tapi bagaimana bila berakhirnya di septic tank'. Tentu….akan menjadi hal yang sangat tidak diinginkan oleh kita semua.

Semua orang pasti ingin sukses, berhasil, bahagia. Akan tetapi hanya segelintir saja yang benar-benar berusaha untuk menwujudkan hal tersebut. Ibarat hidup adalah sebuah pengembaraan di negeri asing, maka dibutuhkanlah peta yang akan menunjukkan kita arah yang benar dan membawa kita ke tempat yang dituju. Peta itulah yang dimaksud dengan Proposal Hidup. Bisa dibayangkan bila tanpa peta, mungkin kita akan tersesat dan membuat kita terhambat untuk sampai pada tempat yang dituju. Atau bahkan bisa jadi kita tidak akan sampai pada tempat yang dituju karena memang kita tidak tahu kemana tempat yang ingin dituju.

Hidup adalah Pilihan!! Ketika kita sudah memutuskan untuk membuat suatu keputusan, maka secara otomatis, kita akan membayar dari setiap keputusan yang kita ambil. Harga dari keputusan yang diambil tentunya berbeda-beda tergantung keputusan yang kita ambil. Semakin menantang keputusannya makan semakin mahal bayarannya. Akan tetapi tidak perlu khawatir, sesuatu yang dibayar mahal juga akan menghasilkan yang mahal juga bila kita tepat dan melakukan yang terbaik.

Untuk manusia sukses segeralah membuat Proposal Hidup, agar kita bisa tahu tujuan kita, dan Proposal Hidup juga berfungsi sebagai media untuk mengukur keadaan diri baik berupa potensi, skill, prestasi, dan lain-lain.

Segeralah…!!


Ath-Thahirah
"Allahumarzuqna Al Mauta Al Muthaharah"